Menjadi seorang penulis hebat memang bukan hal yang mudah. Apalagi kalo udah disuruh nulis tantangan-tantangan yang udah diberikan. Nah di tantangan kali ini, saya disuruh buat cerita yang sifat tokohnya udah dibuat sama si penulis ebook tersebut. Tokoh utamanya Wati, bersifat cerdas, gigih dan sabar. Dan dia ditempatkan di sebuah keluarga yang konflik. Seandainya saya bisa nentuin tokohnya, pasti kan enak nentuin alur ceritanya. Tapi kan, ini beda. Jadi saya harus pinter nyusun alur cerita biar nyaman dibaca. Saran dan kritik ditunggu di kolom komentar :D
***
Berada di tengah konflik keluarga adalah hal yang tidak mudah untuk dijalani. Perasaan dilema juga tak jarang datang menghampiri. Konflik keluarga yang ditimbulkan bisa menimbulkan dampak yang lebih dari sekedar pertengkaran. Perceraian dan tingkat kriminalitas lain bisa saja terjadi selama konflik keluarga tidak kunjung reda.
Wati adalah salah satu dari sekian banyak anak di dunia yang berada di tengah konflik keluarga yang sukar dijalani. Wati adalah anak kecil berusia 10 tahun yang sedang dalam tahap tumbuh dan berkembang. Sehingga, suatu kondisi yang berubah terlalu ekstrem tentu akan berakibat fatal bagi kondisi psikis yang dimiliki Wati. Wati bisa saja menjadi anak yang kurang pandai bergaul atau menajadi anak yang anti-sosial. Tapi nyatanya, Wati adalah anak yang dapat mengontrol emosinya dengan stabil. Berada diantara kecamuk konflik keluarga, Wati berkembang menjadi pribadi yang lebih kuat. Ia tumbuh menjadi wanita yang gigih.
Meski terbilang masih berusia anak-anak, Wati merupakan anak yang diberikan kekuatan khusus untuk menjalani hidupnya. Suatu anugrah yang sangat langka diberikan. Wati sekarang menjadi salah satu motivator dan penulis ternama. Semua judul novel yang diangkatnya, berasal dari kisah keluarganya yang carut marut. Sifatnya yang cerdas, gigih dan sabar sewaktu kecil mengantarkan Ia pada kesuksesan besar di masa dewasanya. Namun Wati bukanlah anak durhaka yang menari-nari dengan riangnya atas segala kondisi yang pernah dialami oleh keluarganya. Ia tetap menjadi anak yang penurut dan kasih sayang kepada kedua orang tuanya, meski keduanya telah berpisah sekian lama.
***
Satu Desa Sukoharjo mengenal baik Wati dan keluarganya. Sebagai anak yang pintar dan baik, Wati sering kali di sanjung oleh tetangganya. Begitu juga dengan keluarganya yang terkenal dengan sifat ramah kepada semua orang. Semua tentangga tentu iri dengan kehidupan yang dijalani oleh keluarga Wati. Kaya, baik, punya anak yang pintar dan di kagumi oleh khalayak ramai.
Namun sanjungan-sanjungan yang sempat terlontar dari lidah para tentangga mulai sirna ketika keluarga Wati menghadapi konflik yang begitu dahsyat. Tak terelakan dari perceraian. Semua itu berawal ketika Ibunda Wati yang bernama Vika, mengetahui gelagat suaminya yang ternyata berselingkuh dengan wanita lain. Sebagai wanita alim yang selalu mengikuti sejumlah pengajian, tentu hal ini membuat dirinya resah. Apalagi perbuatan suaminya jelas-jelas melanggar aturan agama.
“Mas, apa maksud mas melakukan semua in?”, teriakan Vika menembus dinding pembatas ruang keluarga dan kamar Wati, begitu suaminya sampai di rumah.
“Apa, he? Ini kan semua ulah kamu, untuk apa coba kamu dekat-dekat sama Ustad itu?”
“Astagfirullah Mas, dia itu kan ketua Taman Pengajian Anak-Anak. Dan aku sekretarisnya, jadi wajar kalau kami sering berkomunikasi”, Vika mencoba untuk menjawab selembut-lembutnya.
“Kalo gitu sama dong. Perempuan tadi juga sekretaris aku juga. Jadi wajar aja”
“Mas, Istighfar Mas. Kami walaupun sering berkomunikasi, tapi tidak pernah bersentuhan. Tidak seperti Mas!!!”, suara Vika mulai lantang, “Pulang tiap malem, ngatarin perempuan itu, udah gitu pegangan tangan segala. Ingat Mas, aku ini istri kamu”
“Kamu tahu darimana aku kayak gitu sama perempuan itu?”
“Mas! Semua warga disini udah liat kelakuan Mas. Aku juga udah pernah liat sekali! Jadi wajar dong aku marah, aku ada buktinya”
Ayah Wati tak menjawab. Ia kabur ke arah dapur. Ruang keluarga yang tadinya dipenuhi adu mulut antara suami-istri, kini lengang. Hanya ada isakan tangis Ibunda Wati. Sebagian orang pasti mengerti tentang kondisi dimana perempuan dikhianati oleh pria yang dicintainya. Bagai sebuah kapal yang baru saja menabrak gunung es di lautan luas, hati perempuan mana pun bisa hancur seketika ketika mendapati pria yang dicintainya melakukan hal yang keterlaluan seperti itu.
Wati bukanlah anak yang cengeng. Tapi juga bukan anak yang terlalu polos. Sebagai anak yang cerdas, Ia memiliki penalaran yang sangat tinggi untuk anak seusianya. Di tengah pertengkaran ayah ibunya, hal yang dilakukan oleh Wati adalah menulis. Seperti sebuah diary kecil yang ditulis untuk kepentingan dirinya pribadi. Ia mendengar dan merasakan apa yang terjadi pada Ibunya. Setiap tetes mata jatuh dan membasahi lembaran diary begitu Ia menulis sesuatu yang benar-benar menyakitkan untuk dibaca kembali. Tapi sikap gigih yang dimilikinya menguatkan hati yang Ia miliki untuk terus menulis, menulis dan menulis.
Konflik yang berlarut-larut tersebut sekan menjadi sebuah pelajaran penting bagi Wati. Baik untuk hal tulisan maupun perasaan. Ia mengerti betul seorang perempuan yang disakiti. Ia juga mengerti kenapa perempuan marah. Sampai suatu ketika, sudah tiga hari berturut-turut ayahnya tak pernah ada di rumah. Selama tiga hari tersebut, rumah yang biasanya penuh dengan bentakan dari kedua pasang yang (dulunya) saling mencintai kini telah tiada. Wati tentunya bingung. Ia beranjak dari tempat tidurnya dan berlari menghampiri ibunya.
“Bu, Ayah kemana? Kok Wati udah lama gak liat ayah?”
“Ayah lagi ada kerjaan diluar nak. Makanya belum pulang. Wati mau makan apa? Udah jam 2 siang lho!”, Ibunda Wati mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Gak, Wati masih kenyang. Ma, kalo ayah ngga pulang-pulang, Wati gak bisa dong nyelesain cerita Wati”, sambil menyodorkan catatan kecilnya.
Ibunda Wati membacanya dengan penuh seksama. Sesekali tangan halusnya mengelap air mata yang turun membasahi pipinya. Ia sangat sedih ternyata Wati mengetahui semua pertengkaran itu. Tetapi di lain sisi, Ibunda Wati heran. Semua tulisan ini begitu indah untuk anak SD. Perbendaharaan kata dan susunan kalimat yang rapi, menandakan bahwa Wati punya kemampuan spesial di bidang tulis menulis. Ibunda Wati sadar, kemudian memiliki ide cemerlang.
“Wati, gini aja. Kalo mau nyelesain cerita ini, kayaknya gak bisa. Coba kamu buat cerita baru aja. Terserah deh tentang apa”.
“Yaaahh.. Iya deh Ma, Wati coba buat deh”
Berminggu-minggu telah dilewati. Karya tulis milik Wati juga sudah selesai dua buah. Sebuah pencapaian yang begitu hebat tentunya. Diam-diam, Ibunda Wati mengirimkan cerita-cerita tersebut ke surat kabar maupun perlombaan yang diselenggarakan untuk anak SD. Tak disangka-sangka, semua kiriman tersebut berbuah hasil. Cerita Wati menjadi pemenang dalam sebuah lomba, dan sudah banyak tulisan dan cerita telah dimuat di surat kabar. Semua keberhasilan itu tidak ditanggapi serius oleh anak yang benar-benar masih polos akan suatu hal. Tapi diluar itu semua, warga mulai mengenal sosok Wati sebagai anak yang benar-benar memiliki kemampuan istimewa. Bertahan di tengah konflik keluarga, dan berhasil menjadi pemenang di beberapa lomba.
Kesuksesan yang diraih Wati terus berkembang hingga Ia menapakan kakinya di SMA. Ia terus menghasilkan cerita-cerita penuh makna. Orang-orang tentu tertarik dengan cerita semacam itu, sehingga Wati sudah dikenal sebagai penulis muda yang cukup sukses.
Meski sukses, Wati tetap menyimpan rasa penasaran yang pernah melandanya di waktu kecil. Ia masih tidak mengetahui dan bertemu dengan sosok ayahnya. Usut punya usut, ternyata Ibunya telah bercerai dengan Ayahnya ketika Wati masih SD. Sejak bercerai itulah, Ayahnya tidak pernah pulang atau untuk menjenguk keadaan Wati. Wati sempat shock dengan pernyataan tersebut. Tetapi sekali lagi, sebagai anak yang tumbuh dengan sikap cerdas, gigih dan sabarnya, Ia berhasil merubah keadaan itu kembali menjadi sebuah tulisan. Kali ini berbentuk Novel yang laris manis.
Berkat kesuksesannya tersebut, Wati menjadi orang terkenal. Ia sering diundang ke acara seminar. Dari acara-acara yang diikutinya, Ia berharap bisa berjumpa kembali dengan sosok Ayah yang telah lama menghilang. Hingga pada suatu waktu, kesempatan itu datang, Ia bertemu dengan ayahnya, kemudian Wati bercerita panjang lebar. Senang, sedih, marah semua diluapkan kepada ayahnya, yang ternyata telah pindah dari kota tempat Ia tinggal.Pertemuan ini dirahasiakan oleh Wati kepada Ibunya, agar Wati senantiasa selalu dekat dengan Ayahnya yang telah membesarkan dan mendidik sikap Wati seperti sekarang ini, cerdas, gigih dan sabar. Meski Ia tahu betapa kejam ayah terhadap ibu, tapi Ia tetap memiliki kesadaran, bahwa ayahnya lah yang selama ini telah mengajarkan sifat-sifat itu kepada dirinya. Sifat itu yang membawa dirinya pada kesusksesan pada saat ini.
Berada di tengah konflik keluarga adalah hal yang tidak mudah untuk dijalani. Perasaan dilema juga tak jarang datang menghampiri. Konflik keluarga yang ditimbulkan bisa menimbulkan dampak yang lebih dari sekedar pertengkaran. Perceraian dan tingkat kriminalitas lain bisa saja terjadi selama konflik keluarga tidak kunjung reda.
Wati adalah salah satu dari sekian banyak anak di dunia yang berada di tengah konflik keluarga yang sukar dijalani. Wati adalah anak kecil berusia 10 tahun yang sedang dalam tahap tumbuh dan berkembang. Sehingga, suatu kondisi yang berubah terlalu ekstrem tentu akan berakibat fatal bagi kondisi psikis yang dimiliki Wati. Wati bisa saja menjadi anak yang kurang pandai bergaul atau menajadi anak yang anti-sosial. Tapi nyatanya, Wati adalah anak yang dapat mengontrol emosinya dengan stabil. Berada diantara kecamuk konflik keluarga, Wati berkembang menjadi pribadi yang lebih kuat. Ia tumbuh menjadi wanita yang gigih.
Meski terbilang masih berusia anak-anak, Wati merupakan anak yang diberikan kekuatan khusus untuk menjalani hidupnya. Suatu anugrah yang sangat langka diberikan. Wati sekarang menjadi salah satu motivator dan penulis ternama. Semua judul novel yang diangkatnya, berasal dari kisah keluarganya yang carut marut. Sifatnya yang cerdas, gigih dan sabar sewaktu kecil mengantarkan Ia pada kesuksesan besar di masa dewasanya. Namun Wati bukanlah anak durhaka yang menari-nari dengan riangnya atas segala kondisi yang pernah dialami oleh keluarganya. Ia tetap menjadi anak yang penurut dan kasih sayang kepada kedua orang tuanya, meski keduanya telah berpisah sekian lama.
***
Satu Desa Sukoharjo mengenal baik Wati dan keluarganya. Sebagai anak yang pintar dan baik, Wati sering kali di sanjung oleh tetangganya. Begitu juga dengan keluarganya yang terkenal dengan sifat ramah kepada semua orang. Semua tentangga tentu iri dengan kehidupan yang dijalani oleh keluarga Wati. Kaya, baik, punya anak yang pintar dan di kagumi oleh khalayak ramai.
Namun sanjungan-sanjungan yang sempat terlontar dari lidah para tentangga mulai sirna ketika keluarga Wati menghadapi konflik yang begitu dahsyat. Tak terelakan dari perceraian. Semua itu berawal ketika Ibunda Wati yang bernama Vika, mengetahui gelagat suaminya yang ternyata berselingkuh dengan wanita lain. Sebagai wanita alim yang selalu mengikuti sejumlah pengajian, tentu hal ini membuat dirinya resah. Apalagi perbuatan suaminya jelas-jelas melanggar aturan agama.
“Mas, apa maksud mas melakukan semua in?”, teriakan Vika menembus dinding pembatas ruang keluarga dan kamar Wati, begitu suaminya sampai di rumah.
“Apa, he? Ini kan semua ulah kamu, untuk apa coba kamu dekat-dekat sama Ustad itu?”
“Astagfirullah Mas, dia itu kan ketua Taman Pengajian Anak-Anak. Dan aku sekretarisnya, jadi wajar kalau kami sering berkomunikasi”, Vika mencoba untuk menjawab selembut-lembutnya.
“Kalo gitu sama dong. Perempuan tadi juga sekretaris aku juga. Jadi wajar aja”
“Mas, Istighfar Mas. Kami walaupun sering berkomunikasi, tapi tidak pernah bersentuhan. Tidak seperti Mas!!!”, suara Vika mulai lantang, “Pulang tiap malem, ngatarin perempuan itu, udah gitu pegangan tangan segala. Ingat Mas, aku ini istri kamu”
“Kamu tahu darimana aku kayak gitu sama perempuan itu?”
“Mas! Semua warga disini udah liat kelakuan Mas. Aku juga udah pernah liat sekali! Jadi wajar dong aku marah, aku ada buktinya”
Ayah Wati tak menjawab. Ia kabur ke arah dapur. Ruang keluarga yang tadinya dipenuhi adu mulut antara suami-istri, kini lengang. Hanya ada isakan tangis Ibunda Wati. Sebagian orang pasti mengerti tentang kondisi dimana perempuan dikhianati oleh pria yang dicintainya. Bagai sebuah kapal yang baru saja menabrak gunung es di lautan luas, hati perempuan mana pun bisa hancur seketika ketika mendapati pria yang dicintainya melakukan hal yang keterlaluan seperti itu.
Wati bukanlah anak yang cengeng. Tapi juga bukan anak yang terlalu polos. Sebagai anak yang cerdas, Ia memiliki penalaran yang sangat tinggi untuk anak seusianya. Di tengah pertengkaran ayah ibunya, hal yang dilakukan oleh Wati adalah menulis. Seperti sebuah diary kecil yang ditulis untuk kepentingan dirinya pribadi. Ia mendengar dan merasakan apa yang terjadi pada Ibunya. Setiap tetes mata jatuh dan membasahi lembaran diary begitu Ia menulis sesuatu yang benar-benar menyakitkan untuk dibaca kembali. Tapi sikap gigih yang dimilikinya menguatkan hati yang Ia miliki untuk terus menulis, menulis dan menulis.
Konflik yang berlarut-larut tersebut sekan menjadi sebuah pelajaran penting bagi Wati. Baik untuk hal tulisan maupun perasaan. Ia mengerti betul seorang perempuan yang disakiti. Ia juga mengerti kenapa perempuan marah. Sampai suatu ketika, sudah tiga hari berturut-turut ayahnya tak pernah ada di rumah. Selama tiga hari tersebut, rumah yang biasanya penuh dengan bentakan dari kedua pasang yang (dulunya) saling mencintai kini telah tiada. Wati tentunya bingung. Ia beranjak dari tempat tidurnya dan berlari menghampiri ibunya.
“Bu, Ayah kemana? Kok Wati udah lama gak liat ayah?”
“Ayah lagi ada kerjaan diluar nak. Makanya belum pulang. Wati mau makan apa? Udah jam 2 siang lho!”, Ibunda Wati mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Gak, Wati masih kenyang. Ma, kalo ayah ngga pulang-pulang, Wati gak bisa dong nyelesain cerita Wati”, sambil menyodorkan catatan kecilnya.
Ibunda Wati membacanya dengan penuh seksama. Sesekali tangan halusnya mengelap air mata yang turun membasahi pipinya. Ia sangat sedih ternyata Wati mengetahui semua pertengkaran itu. Tetapi di lain sisi, Ibunda Wati heran. Semua tulisan ini begitu indah untuk anak SD. Perbendaharaan kata dan susunan kalimat yang rapi, menandakan bahwa Wati punya kemampuan spesial di bidang tulis menulis. Ibunda Wati sadar, kemudian memiliki ide cemerlang.
“Wati, gini aja. Kalo mau nyelesain cerita ini, kayaknya gak bisa. Coba kamu buat cerita baru aja. Terserah deh tentang apa”.
“Yaaahh.. Iya deh Ma, Wati coba buat deh”
Berminggu-minggu telah dilewati. Karya tulis milik Wati juga sudah selesai dua buah. Sebuah pencapaian yang begitu hebat tentunya. Diam-diam, Ibunda Wati mengirimkan cerita-cerita tersebut ke surat kabar maupun perlombaan yang diselenggarakan untuk anak SD. Tak disangka-sangka, semua kiriman tersebut berbuah hasil. Cerita Wati menjadi pemenang dalam sebuah lomba, dan sudah banyak tulisan dan cerita telah dimuat di surat kabar. Semua keberhasilan itu tidak ditanggapi serius oleh anak yang benar-benar masih polos akan suatu hal. Tapi diluar itu semua, warga mulai mengenal sosok Wati sebagai anak yang benar-benar memiliki kemampuan istimewa. Bertahan di tengah konflik keluarga, dan berhasil menjadi pemenang di beberapa lomba.
Kesuksesan yang diraih Wati terus berkembang hingga Ia menapakan kakinya di SMA. Ia terus menghasilkan cerita-cerita penuh makna. Orang-orang tentu tertarik dengan cerita semacam itu, sehingga Wati sudah dikenal sebagai penulis muda yang cukup sukses.
Meski sukses, Wati tetap menyimpan rasa penasaran yang pernah melandanya di waktu kecil. Ia masih tidak mengetahui dan bertemu dengan sosok ayahnya. Usut punya usut, ternyata Ibunya telah bercerai dengan Ayahnya ketika Wati masih SD. Sejak bercerai itulah, Ayahnya tidak pernah pulang atau untuk menjenguk keadaan Wati. Wati sempat shock dengan pernyataan tersebut. Tetapi sekali lagi, sebagai anak yang tumbuh dengan sikap cerdas, gigih dan sabarnya, Ia berhasil merubah keadaan itu kembali menjadi sebuah tulisan. Kali ini berbentuk Novel yang laris manis.
Berkat kesuksesannya tersebut, Wati menjadi orang terkenal. Ia sering diundang ke acara seminar. Dari acara-acara yang diikutinya, Ia berharap bisa berjumpa kembali dengan sosok Ayah yang telah lama menghilang. Hingga pada suatu waktu, kesempatan itu datang, Ia bertemu dengan ayahnya, kemudian Wati bercerita panjang lebar. Senang, sedih, marah semua diluapkan kepada ayahnya, yang ternyata telah pindah dari kota tempat Ia tinggal.Pertemuan ini dirahasiakan oleh Wati kepada Ibunya, agar Wati senantiasa selalu dekat dengan Ayahnya yang telah membesarkan dan mendidik sikap Wati seperti sekarang ini, cerdas, gigih dan sabar. Meski Ia tahu betapa kejam ayah terhadap ibu, tapi Ia tetap memiliki kesadaran, bahwa ayahnya lah yang selama ini telah mengajarkan sifat-sifat itu kepada dirinya. Sifat itu yang membawa dirinya pada kesusksesan pada saat ini.