Di tantangan kali ini. Saya disuruh buat cerita lagi. Panjangnya 1-2 halaman polio. Tapi lagi-lagi, saya kebablasan dan nyentuh sampe 3 halaman. Oh iya, cerita yang saya buat haruslah berasal dari ide 3-5 kata! Nah loh, gimana coba. Ide cuma 3-5 kata?? Saya mikir keras buat jawab tantangan ini. Untungnya saya dapet ide, saya buat ide saya kayak gini, "Anak yang Candu dengan Game". Walaupun, little bit gaje, tapi saya bisa nyusun alur ceritanya. Silahkan baca... :D
***
Hidup memang susah di tebak. Ada hal yang semestinya berjalan baik, malah berubah dan menjadi tidak baik. Begitu pula sebaliknya, ada hal yang tak pernah terpikir oleh kita, namun hal tersebut tiba-tiba saja datang dan mampir ke kekhidupan kita. Siapa yang tahu akan takdir seseorang? Nasib seseorang? Tidak ada yang tahu, kecuali kalian memercayai Dukun atau Zodiak.
Beberapa hari yang lalu adalah titik balik kehidupan Yudha. Anak yang di kenal sebagai anak yang rajin dan pintar di sekolah. Anak yang di kenal sebagai anak yang tekun belajarnya. Anak yang di kenal sebagai anak yang memunyai prospek masa depan yang cerah dengan selusin prestasi individu yang telah di raihnya. Menjadi seorang yang candu dengan sebuah Game, meski tidak menggangu aktivitas belajarnya sama sekali. Hal ini terjadi karena, semua keistimewaan itu ternyata tidak menjamin kehidupan Yudha menjadi pribadi yang menyenangkan. Ia kerap kali melewatkan acara kumpul bersama dengan teman-temannya. Ia begitu larut dalam belajar, hingga lupa waktu, atau lebih tepatnya, lupa caranya untuk bahagia. Yudha tahu akan kejanggalan ini, tapi Ia tak tahu bagaimana merubahnya.
Bermandi keringat ketika belajar bukanlah hal yang menyenangkan. Apalagi berpikir keras menemukan rumus untuk bahagia. Itu mustahil. Satu-satunya hal yang bisa membuat Anda bahagia, adalah ketika Anda melakukan aktifitas yang Anda senangi tanpa beban apapun, dan Anda sangat menikmatinya. Itulah konsep bahagia sesungguhnya. Meski Yudha sangat senang ketika belajar, Ia tidak pernah menemukan kenikmatan dalam kegiatannya tersebut. Ia tetap saja stress. Ia tetap saja tidak bahagia.
Tetapi semua kekhawatiran menjadi pribadi yang tidak bersenang-senang hilang beberapa hari yang lalu. Tepat ketika temannya, Akmal, berkunjung kerumahnya untuk mengerjakan tugas Fisika bersama-sama. Di dalam ruang belajar yang kelihatan nyaman itu, Akmal berkata,
“Yud, lu kalo misalnya bosan belajar. Ngapain aja?”, tanya Akmal seraya meletakan tas.
“Ngga tahu. Palingan Cuma nonton tv doang. Itupun sebenernya gue kurang menikmati”
“Lu gak merasa kesepian ya. Apalagi setau gue sama anak lainnya, lu itu taat banget belajar. Kayak udah hukum mati, kalo lu ga belajar. Apalagi lu jarang bergaul dengan kita-kita. Ditambah nih ya, lu ga punya ekskul yang bisa ngisi waktu luang lo selain belajar”
Yudha, berpikir sejenak. Ia berpikir pertanyaan seperti ini mudah dijawab sama ketika ulangan Biologi paling susah sekali pun. Tapi ini berbeda. Pertanyaan ini benar-benar menyangkut masalah pribadinya. Semua itu benar.
“Iya gue tahu. Jujur nih ya, Mal. Gue emang merasa kurang bahagia kalo belajar terus. Gue perlu aktifitas yang bisa nemanin gue selain belajar. Aktifitas apa aja deh, yang penting gak beban di gue nya”
Sambil berpikir kegiatan apa yang cocok, Akmal menanyakan beberapa hal ke Yudha,
“Lu sebenernya suka apa?”, tatapan Akmal begitu tajam. Mencoba menerawang seluruh diri Yudha.
“Gue suka sepak bola”, jawab Yudha berhati-hati. Dirinya seperti merasa di interogasi.
“Gak ikut klub sepak bola aja?”
“Gila lu, mana mungkin. Bokap sama nyokap gue ga mungkin ijinin”
“Oke, kalo game bola?”
“Ha game? Boleh dicoba sih, tapi setau gue, gue ga pandai mainin game yang apa itu, PES ya? Atau FIFA? Tangan gue selalu ga sinkron kalo udah megang stik”
“Kalo gitu gue tau game apa yang cocok buat lu. Bentarr...”, sambil menuju tasnya dan mengeluarkan laptop.
Yudha keliatan bingung. Ia bertanya-tanya, sebenarnya apa yang Akmal perlihatkan kepadanya. Selagi menunggu Akmal yang sedang merogoh tasnya. Ia keluar dari ruangan dan bemaksud mengambil makanan dan minuman buat Akmal.
Kembalinya Yudha ke ruangan, Ia mendapati Akmal sedang mengotak-atik laptop putihnya. Sambil flashdisk sedang terpasang di sisi samping laptopnya. Yudha ingin bertanya. Tapi Ia tahan, karena Akmal begitu sibuk dengan kegiatannya tersebut. Yudha yang telah meletakan nampan berisi makanan dan minuman di meja, kemudian mengambil buku Fisika dan belajar.
“Hoi yud. Coba kesini”, pekik Akmal sambil memutar kursi. Tangannya kelihatan berusaha merubah posisi kacamatanya yang hampir jatuh.
Yudha bergegas ke arah Akmal. Ia melihat sebuah game sedang berjalan di laptop Akmal. Akmal yang tahu kebingungan yang melanda sobatnya, kemudian menjelaskan mengenai game tersebut,
“Ini namanya game Football Manager. Ori. Gue beli 200 ribu. Gue rasa game ini cocok buat lu. Lu kan suka sepakbola, dan suka mikir. Jadi game ini cocok banget”, Akmal terlihat tersenyum puas ketika Yudha masih fokus ke game itu.
Game Football Manager adalah game yang sangat laris di dunia. Anak kecil sampai orang dewasa bisa memainkannya. Game ini menuntut seseorang menjadi manager klub sepakbola layaknya di kehidupan nyata. Sehingga tak jarang, banyak orang yang menganggap game ini sangat mendekati real. Game yang bergenre olahraga tersebut, menununtut orang untuk berpikir karena berhubungan dengan taktik dan segalanya yang benar-benar menyangkut tentang kehidupan di sepakbola nyata. Akmal yakin, game ini sangat cocok untuk Yudha yang seorang pemikir keras. Kecintaan Yudha pada sepakbola bisa jadi nilai tambah yang membuat Yudha lebih cepat candu dalam game ini. Setidaknya, Yudha bisa menemukan kesenangannya pada game ini.
Satu jam berlalu, dan rencana awal untuk belajar Fisika sedikit melenceng. Yudha terlalu keasyikan memainkan game tersebut. Akmal tahu akan efek dari game tersebut, sekali kecanduan, maka akan terus begitu. Apalagi Yudha cepat mengerti tentang seluk beluk dan istilah di game tersebut. Akmal benar-benar yakin, Yudha telah masuk dalam tahap pecandu dengan cepat. Tapi untuk mengingatkan Yudha akan dampak negatinya, Akmal berkata,
“Yud, udah dulu dong. Fisika dulu nih. Katanya lu mau ngajarin gue”
“Eh iya maaf”, jawab Yudha sambil beranjak dari depan layar monitor, “Gilaa, seru banget gamenya.”
“Iya gue tahu, makanya gue kasi game itu ke elu. Tapi Yud, Ingat nih ya. Game itu punya sifat membuat candu setiap penggunanya, jadi gue saranin jangan keseringan maen. Ntar, lu ga fokus belajar”
“Iya Mal, gue ngerti. Kan kebetulan seharusnya ini jam kosong gue, makanya keasyikan main. Tapi gue lupa kalo lu minta ajarin Fisika.”
“Nah gitu dong, untung lu ngerti. Nah sekarang ajarin Fisika dong”
Sejak saat itu, Yudha menemukan aktifitas yang benar-benar membawa kenikmatan tiada tara bagi dirinya. Tapi kesenangan barunya tersebut tak lantas mengubah jadwal belajarnya. Ia kini sangat pintar membagi waktu. Ia juga tumbuh menjadi seorang yang mulai mengenal kebahagiaan meski dari bermain game. Kebahagiaan yang dari dulu dicari, ternyata ada di dalam game ini. Yudha sekarang menjadi orang yang pintar dan bahagia.
Hidup memang susah di tebak. Ada hal yang semestinya berjalan baik, malah berubah dan menjadi tidak baik. Begitu pula sebaliknya, ada hal yang tak pernah terpikir oleh kita, namun hal tersebut tiba-tiba saja datang dan mampir ke kekhidupan kita. Siapa yang tahu akan takdir seseorang? Nasib seseorang? Tidak ada yang tahu, kecuali kalian memercayai Dukun atau Zodiak.
Beberapa hari yang lalu adalah titik balik kehidupan Yudha. Anak yang di kenal sebagai anak yang rajin dan pintar di sekolah. Anak yang di kenal sebagai anak yang tekun belajarnya. Anak yang di kenal sebagai anak yang memunyai prospek masa depan yang cerah dengan selusin prestasi individu yang telah di raihnya. Menjadi seorang yang candu dengan sebuah Game, meski tidak menggangu aktivitas belajarnya sama sekali. Hal ini terjadi karena, semua keistimewaan itu ternyata tidak menjamin kehidupan Yudha menjadi pribadi yang menyenangkan. Ia kerap kali melewatkan acara kumpul bersama dengan teman-temannya. Ia begitu larut dalam belajar, hingga lupa waktu, atau lebih tepatnya, lupa caranya untuk bahagia. Yudha tahu akan kejanggalan ini, tapi Ia tak tahu bagaimana merubahnya.
Bermandi keringat ketika belajar bukanlah hal yang menyenangkan. Apalagi berpikir keras menemukan rumus untuk bahagia. Itu mustahil. Satu-satunya hal yang bisa membuat Anda bahagia, adalah ketika Anda melakukan aktifitas yang Anda senangi tanpa beban apapun, dan Anda sangat menikmatinya. Itulah konsep bahagia sesungguhnya. Meski Yudha sangat senang ketika belajar, Ia tidak pernah menemukan kenikmatan dalam kegiatannya tersebut. Ia tetap saja stress. Ia tetap saja tidak bahagia.
Tetapi semua kekhawatiran menjadi pribadi yang tidak bersenang-senang hilang beberapa hari yang lalu. Tepat ketika temannya, Akmal, berkunjung kerumahnya untuk mengerjakan tugas Fisika bersama-sama. Di dalam ruang belajar yang kelihatan nyaman itu, Akmal berkata,
“Yud, lu kalo misalnya bosan belajar. Ngapain aja?”, tanya Akmal seraya meletakan tas.
“Ngga tahu. Palingan Cuma nonton tv doang. Itupun sebenernya gue kurang menikmati”
“Lu gak merasa kesepian ya. Apalagi setau gue sama anak lainnya, lu itu taat banget belajar. Kayak udah hukum mati, kalo lu ga belajar. Apalagi lu jarang bergaul dengan kita-kita. Ditambah nih ya, lu ga punya ekskul yang bisa ngisi waktu luang lo selain belajar”
Yudha, berpikir sejenak. Ia berpikir pertanyaan seperti ini mudah dijawab sama ketika ulangan Biologi paling susah sekali pun. Tapi ini berbeda. Pertanyaan ini benar-benar menyangkut masalah pribadinya. Semua itu benar.
“Iya gue tahu. Jujur nih ya, Mal. Gue emang merasa kurang bahagia kalo belajar terus. Gue perlu aktifitas yang bisa nemanin gue selain belajar. Aktifitas apa aja deh, yang penting gak beban di gue nya”
Sambil berpikir kegiatan apa yang cocok, Akmal menanyakan beberapa hal ke Yudha,
“Lu sebenernya suka apa?”, tatapan Akmal begitu tajam. Mencoba menerawang seluruh diri Yudha.
“Gue suka sepak bola”, jawab Yudha berhati-hati. Dirinya seperti merasa di interogasi.
“Gak ikut klub sepak bola aja?”
“Gila lu, mana mungkin. Bokap sama nyokap gue ga mungkin ijinin”
“Oke, kalo game bola?”
“Ha game? Boleh dicoba sih, tapi setau gue, gue ga pandai mainin game yang apa itu, PES ya? Atau FIFA? Tangan gue selalu ga sinkron kalo udah megang stik”
“Kalo gitu gue tau game apa yang cocok buat lu. Bentarr...”, sambil menuju tasnya dan mengeluarkan laptop.
Yudha keliatan bingung. Ia bertanya-tanya, sebenarnya apa yang Akmal perlihatkan kepadanya. Selagi menunggu Akmal yang sedang merogoh tasnya. Ia keluar dari ruangan dan bemaksud mengambil makanan dan minuman buat Akmal.
Kembalinya Yudha ke ruangan, Ia mendapati Akmal sedang mengotak-atik laptop putihnya. Sambil flashdisk sedang terpasang di sisi samping laptopnya. Yudha ingin bertanya. Tapi Ia tahan, karena Akmal begitu sibuk dengan kegiatannya tersebut. Yudha yang telah meletakan nampan berisi makanan dan minuman di meja, kemudian mengambil buku Fisika dan belajar.
“Hoi yud. Coba kesini”, pekik Akmal sambil memutar kursi. Tangannya kelihatan berusaha merubah posisi kacamatanya yang hampir jatuh.
Yudha bergegas ke arah Akmal. Ia melihat sebuah game sedang berjalan di laptop Akmal. Akmal yang tahu kebingungan yang melanda sobatnya, kemudian menjelaskan mengenai game tersebut,
“Ini namanya game Football Manager. Ori. Gue beli 200 ribu. Gue rasa game ini cocok buat lu. Lu kan suka sepakbola, dan suka mikir. Jadi game ini cocok banget”, Akmal terlihat tersenyum puas ketika Yudha masih fokus ke game itu.
Game Football Manager adalah game yang sangat laris di dunia. Anak kecil sampai orang dewasa bisa memainkannya. Game ini menuntut seseorang menjadi manager klub sepakbola layaknya di kehidupan nyata. Sehingga tak jarang, banyak orang yang menganggap game ini sangat mendekati real. Game yang bergenre olahraga tersebut, menununtut orang untuk berpikir karena berhubungan dengan taktik dan segalanya yang benar-benar menyangkut tentang kehidupan di sepakbola nyata. Akmal yakin, game ini sangat cocok untuk Yudha yang seorang pemikir keras. Kecintaan Yudha pada sepakbola bisa jadi nilai tambah yang membuat Yudha lebih cepat candu dalam game ini. Setidaknya, Yudha bisa menemukan kesenangannya pada game ini.
Satu jam berlalu, dan rencana awal untuk belajar Fisika sedikit melenceng. Yudha terlalu keasyikan memainkan game tersebut. Akmal tahu akan efek dari game tersebut, sekali kecanduan, maka akan terus begitu. Apalagi Yudha cepat mengerti tentang seluk beluk dan istilah di game tersebut. Akmal benar-benar yakin, Yudha telah masuk dalam tahap pecandu dengan cepat. Tapi untuk mengingatkan Yudha akan dampak negatinya, Akmal berkata,
“Yud, udah dulu dong. Fisika dulu nih. Katanya lu mau ngajarin gue”
“Eh iya maaf”, jawab Yudha sambil beranjak dari depan layar monitor, “Gilaa, seru banget gamenya.”
“Iya gue tahu, makanya gue kasi game itu ke elu. Tapi Yud, Ingat nih ya. Game itu punya sifat membuat candu setiap penggunanya, jadi gue saranin jangan keseringan maen. Ntar, lu ga fokus belajar”
“Iya Mal, gue ngerti. Kan kebetulan seharusnya ini jam kosong gue, makanya keasyikan main. Tapi gue lupa kalo lu minta ajarin Fisika.”
“Nah gitu dong, untung lu ngerti. Nah sekarang ajarin Fisika dong”
Sejak saat itu, Yudha menemukan aktifitas yang benar-benar membawa kenikmatan tiada tara bagi dirinya. Tapi kesenangan barunya tersebut tak lantas mengubah jadwal belajarnya. Ia kini sangat pintar membagi waktu. Ia juga tumbuh menjadi seorang yang mulai mengenal kebahagiaan meski dari bermain game. Kebahagiaan yang dari dulu dicari, ternyata ada di dalam game ini. Yudha sekarang menjadi orang yang pintar dan bahagia.