Cahaya matahari seakan memanggil alam untuk bersenandung ria dengan kicauan burung yang terbang melintasi langit. Kehangatan mentari pagi yang diberikan, memunculkan gairah alam untuk ikut bergabung dalam paduan suara yang harmoni. Seakan tidak kuasa menahan undangan sang raja siang, alam akhirnya luluh dan ikut berdendang. Rentetan gelombang air bersama-sama menghasilkan suara yang indah. Diikuti alunan merdu ketika angin menerpa dengan lembut segala sesuatu yang dilaluinya. Rumput yang sedari tadi berdiri kaku kini bergoyang dengan penuh keserasian ketika alam sudah memainkan harmoni yang begitu indah. Alam yang tadinya sunyi sepi, kini bersenandung ria menghadapi hari yang baru saja dimulai.
Mataku adalah korban selanjutnya dari konser luar biasa dari alam. Meski tak mampu mendengar, kemampuan spesialnya untuk melihat juga turut merasakan apa yang didengar oleh telinga. Ya, hamparan pemandangan alam bak lukisan terindah milik seniman ternama terpampang jelas di depan mata. Warna biru khas danau begitu nyaman dipandang kala mentari bercermin melihat sosok utuh dirinya. Hijau alami dari rerumputan yang telah bermukim disana juga membelai mata dengan penuh kasih sayang. Mata ini tak dapat mengalihkan pandangannya lagi. Terbuai oleh kenikmatan panorama alam yang begitu memukau.
Aku jatuh cinta dengan tempat itu. Bahkan jauh sebelum sepasang telinga dan mataku jatuh cinta kepadanya. Dengan beralaskan batu kokoh nan kuat, aku duduk menikmati segalanya yang tersaji didepan mata. Sebuah tempat yang begitu damai. Sambil ditemani semilir angin yang menerpa wajah, aku mencoba merangsek agak kekiri berharap mendapat sedikit keteduhan dari sebuah pohon. Gerakanku membuat segerombol rumput bergerak menandakan mereka senang ketika ada seseorang berada tepat diatasnya. Aku heran, rumput-rumput tersebut tak pernah marah ketika aku pijak atau bahkan ketika aku duduki. Mereka bahkan menyambut dengan kelembutan ketika aku hendak berpindah ke tempat lain. Gerakan ku tadi menjadikan bukti bahwa mereka patut dicontoh manusia, tidak banyak bicara namun selalu menerima dengan baik.
Kini, matahari sudah hampir tepat diatas kepalaku. Ini waktunya aku pergi dan membiarkan Ia menguasai alam yang indah ini. Aku janji aku akan kembali esok hari, dua hari lagi bahkan aku akan berjanji selalu kembali ke tempat ini selama paruparu masih memompa nafas dan jantung masih sanggup berdetak. Aku pergi meninggalkan sejuta kenikmatan yang tak akan kutemui di kota. Selamat tinggal rumput, terima kasih kau dan kolonimu membiarkanku duduk dengan nyaman. Selamat tinggal danau, yang telah memberi kedamaian yang mendalam bagi diriku. Selamat tinggal pohon, terima kasih atas izin mu membiarkanku menikmati keteduhan ketika sang mentari memancarkan cahayanya. Terima kasih mentari, kau lah pemimpin alam ini, tanpa pancaran cahaya dan kehangatanmu tak satupun alam bisa hidup tentram seperti ini. Selamat tinggal semuanya, jangan pernah berhenti memancarkan aura kedamaian khas kalian, aku berjanji dengan segenap jiwa ragaku akan melindungi tempat ini agar kalian terus hidup dan menyenangkan banyak orang.